Tidak sengaja membaca berita di Kompas digital. Ada judul berita tentang 15 bahasa daerah yang sudah punah. Hanya saja, waktu dibaca, cuma dua bahasa daerah yang disebutkan. Dua bahasa daerah yang sudah punah yaitu:
- Bahasa Berangas
- Bahasa Lota
Berita ini sebenarnya sudah lama. Tahun 2010. Lalu kelanjutan judulnya, ada 150 bahasa daerah lain yang terancam punah. Sayangnya, tidak disebutkan bahasa daerah apa saja yang terancam punah ini.
Bahasa Punah: Akibat Orang Tua Tidak Mengajarkan Bahasa Daerah
Itu salah satu kenapa bahasa daerah menjadi punah. Orang tua tidak mengajarkan bahasa daerah ke anaknya. Wajar saja, terlebih perkembangan zaman, teknologi, dan informasi. Bahasa Inggris menjadi dominasi dan mendapat perhatian lebih untuk dipelajari.
Tidak Diajarkan di Sekolah
Penyebab lain kenapa bahasa daerah menjadi punah, karena sekolah di wilayah tersebut, tidak mengajarkannya. Sekolah tidak punya kurikulum bahasa daerah. Jadi ingat dengan berita sebelumnya, Lomba Menulis Bahasa Lontara dan Perda Bahasa Daerah. Seorang budayawan mengusulkan untuk memasukkan peraturan daerah kurikulum bahasa daerah ke dalam mata pelajaran.
Bahasa Lota dari Kalimantan Selatan
Hasil pencarian bilang kalau Pulau Alalak berada di Provinsi Kalimantan Selatan. Konon, dulu ada Bahasa Lota di sana. Sayang, bahasa Lota sudah punah tinggal nama saja.
Pulau Alalak adalah sebuah delta yang terletak di tengah sungai Barito yang termasuk di dalam wilayah administratif kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, provinsi Kalimantan Selatan. Pulau Alalak terletak di sebelah barat laut Kota Banjarmasin. Di pulau ini terdapat industri pembuatan perahu tradisional.
Wikipedia:https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Alalak
Bahasa Berangas dari Ende NTT
Bahasa kedua yang sudah punah adalah bahasa Berangas. Bahasa Berangas berasal dari Kabupaten Ende di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Bahasa Berangas punya aksara sendiri, namanya aksara Lota Ende. Sayang sudah punah.
15 Bahasa Daerah Punah, 150 Lainnya Terancam Punah
Kompas com - 09/07/2010, 04:14 WIB
Editor BANJARMASIN, KOMPAS - Ada 15 bahasa daerah di Indonesia yang telah punah dan 150-an lainnya terancam punah. Jika tidak ada kepedulian dari semua pihak, dikhawatirkan bahasa daerah di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 700 buah tersebut perlahan-lahan hilang.
Demikian dikatakan Kepala Bidang Pengembangan Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional Sugiyono di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (7/7).
Menurut dia, tanda-tanda bahasa daerah makin ditinggalkan tampak jelas dari perilaku sehari-hari warga yang tinggal di daerah tertentu.
”Kita lihat anak-anak sudah tidak lagi memakai bahasa daerah, tapi bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Jika orangtua sudah tidak lagi mengajarkan mereka berbicara dalam bahasa daerah, hal ini menunjukkan bahwa bahasa daerah mulai ditinggalkan,” ujar Sugiyono seusai melakukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Menurut Sugiyono, yang paling rawan punah atau sudah punah adalah bahasa daerah yang digunakan masyarakat di pulau-pulau terpencil. Adapun penyebarannya terjadi secara merata hampir di semua daerah, salah satunya, yaitu di kepulauan Halmahera.
Sejumlah penyebab
Sugiyono menyebutkan sejumlah penyebab bahasa daerah ditinggalkan, antara lain warga tidak lagi mau menikah dengan warga dari satu komunitas, serta adanya urbanisasi atau perpindahan masyarakat dari satu tempat ke tempat lain. Termasuk dalam urbanisasi ini adalah perkembangan teknologi informasi dan pengaruh media massa.
”Memang, sebagai orang Indonesia, kita selalu ingin memperluas kapasitas interaksi. Warga yang semula hanya berinteraksi dalam satu desa, ingin bertambah luas interaksinya menjadi kabupaten, provinsi, hingga luar negeri. Sehingga ada kecenderungan kita memasuki bahasa yang digunakan orang dari luar komunitas,” katanya.
Kepala Balai Bahasa Banjarmasin M Mugeni mengatakan, sejauh ini keberadaan bahasa Banjar masih aman dari ancaman kepunahan. Bahasa Banjar masih banyak dipakai untuk percakapan sehari-hari. Apalagi, bahasa ini memiliki kemiripan dengan bahasa Indonesia sehingga penggunanya, baik orang Banjar maupun warga luar daerah, tidak mengalami kesulitan untuk berkomunikasi.
Meskipun begitu, ada pula bahasa setempat yang punah, yakni bahasa Berangas yang digunakan oleh warga di Pulau Alalak.
”Saat ini kami masih dalam proses penelitian terhadap bahasa-bahasa daerah, belum selesai. Yang sudah dipetakan ada 11 bahasa, termasuk bahasa Berangas yang punah,” ujarnya.
Awal pekan ini, penulis dan peneliti aksara Lota Ende, Maria Matildis Banda, di Ende menyatakan, salah satu tanda tingginya peninggalan budaya adalah budaya tertulis (Kompas, 6/7). Di Ende, bahasa Lota sekarang telah punah dan sepertinya dibiarkan punah karena tidak diajarkan di sekolah. (WER)
Artikel ini telah tayang di Kompas com dengan judul “15 Bahasa Daerah Punah, 150 Lainnya Terancam Punah”,
https://nasional.kompas.com/read/2010/07/09/04145975/15.bahasa.daerah.punah.150.lainnya.terancam.punah
.
Tadinya ini mau dijadikan artikel saja. Soalnya tidak begitu belum banyak topik yang membahas soal kepunahan bahasa daerah. Namun, biarlah dijadikan kategori berita. Ingat ya, berita ini tahun 2010 dan di tahun itu ada 150 bahasa daerah yang terancam punah. 15 bahasa daerah Indonesia sudah punah.