Oleh: Arifatunnisa S.
Salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh tim Rumah Dongeng Kinciria. (Sumber: Situs blog Rumah Dongeng Kinciria)
Berangkat dari keresahan terhadap nilai kebaikan dan sopan santun yang mulai asing di beberapa daerah dan banyak anak-anak yang tidak cukup beruntung mendapatkan kebahagiaan di masa kecil mereka membuat Dhini Winahyu Hapsari, mahasiswi Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta mendirikan Rumah Dongeng Kinciria. Dengan bahu membahu bersama beberapa rekannya, Dhini membuat ruang kontribusi yang berfokus pada penanaman nilai-nilai kebaikan dan keceriaan untuk anak-anak hingga akhirnya muncul Rumah Dongeng Kinciria tersebut.
Mengapa dongeng dipilih sebagai media? Dhini menyatakan bahwa dongeng dipilih karena menjadi salah satu metode efektif yang dapat digunakan untuk menyelipkan nilai-nilai dan menasihati anak tanpa harus menyakiti. “Melalui dongeng, nilai-nilai dapat tersampaikan dengan baik dan dengan cara-cara menyenangkan. Selain media transfer ilmu, dongeng juga menghadirkan keceriaan bagi anak-anak,” tutur Dhini saat diwawancarai secara daring melalui whatsapp pada Sabtu, 3 Oktober 2020.
Lebih lanjut, Dhini menuturkan Rumah Dongeng Kinciria memiliki tiga fungsi utama yaitu dongeng untuk anak Indonesia, pendidikan berkala, dan langkah-langkah kebaikan. Rumah Dongeng Kinciria memberikan fasilitas kepada anak berupa dongeng, metode kreatif dan katarsis baik berdongeng untuk anak di Solo Raya (Karesidenan Surakarta) pada khususnya ataupun anak Indonesia pada umumnya guna tertanamnya nilai-nilai kebaikan.
Berkaitan dengan pendidikan berkala, Rumah Dongeng Kinciria memiliki peran aktif dalam mendampingi anak-anak di daerah Pucangsawit RT 001 RW 011 Jebres, Surakarta. Pendampingan diberikan dalam bentuk intervensi nilai-nilai kebaikan melalui pendidikan berkala atau metode kreatif yang dapat diwujudkan dalam bentuk dongeng, katarsis ataupun permainan menyenangkan. Dari fungsi-fungsi tersebut, Rumah Dongeng Kinciria tidak membatasi ruang gerak kebaikan atau sinergi sosial dari anggotanya. Dhini menuturkan bahwa Rumah Dongeng Kinciria memberikan ruang bagi setiap anggotanya untuk tetap melakukan inisiasi project kebaikan di luar ruang lingkup pendidikan baik dalam bentuk kolaborasi ataupun kegiatan-kegiatan yang bersifat insidental.
Rumah Dongeng Kinciria menjadi tempat bagi anak-anak di sekitar daerah Pucangsawit, Jebres, Surakarta, untuk mendapatkan hiburan sekaligus ilmu baru. Sayangnya, pandemi Covid-19 yang melanda negeri memberikan dampak yang cukup besar bagi aktivitas di rumah dongeng tersebut. Alhasil, Dhini dan rekan-rekan harus memutar otak untuk menemukan ide kreatif demi keberlangsungan kegiatan di rumah dongeng tersebut sehingga anggota-anggotanya tidak kehilangan semangat. “Kita ganti murni jadi kegiatan virtual. Virtualnya itu seperti kelas-kelas, misal kelas dongeng via zoom , terus live instagram juga,” ungkapnya.
Kendala pandemi membuat Dhini dan rekan-rekan memfokuskan kegiatan pada pemanfaatan media sosial. Dikatakan Dhini, bahwa hal ini membuat tim media menjadi tim yang harus bekerja ekstra. “Paling dongengnya dongeng virtual, tapi rasanya tetap beda ya dongeng ke kamera dan dongeng ke anak-anak. Kegiatannya jadi virtual, otomatis yang banyak bekerja adalah anak media. Akan berat juga di anak media, jadi memang kegiatannya tidak dipaksakan ada terus rilis media itu, jadi ya sejalannya saja,” imbuhnya.
Dhini menambahkan kehadiran rekan dari ilmu psikologi memiliki peran penting bagi kegiatan di Rumah Dongeng Kinciria ini. “Kalau kita mengangkat psikologi karena kita punya temen yang dari psikolog jadi kita lebih ke pemberian pencerdasan kepada masyarakat melalui info-info psikologi. Kita bilangnya namanya “Brokoli” ngobrol psikologi. Kita share gitu. Sementara ini seperti itu,” pungkasnya.