Kesalahan Tulisan Saat Demonstrasi Mahasiswa Akhir September 2019

Mari lupakan dulu, apakah demonstrasi mahasiswa yang cukup rusuh akhir September 2019 itu murni membela rakyat atau ada kepentingan lain yang ikut. Lebih enak bahas penggunaan bahasa Indonesia saat demonstrasi mahasiswa kala itu.

Ada artikel menarik dari seorang dosen bahasa Indonesia. Judulnya, “Pentingnya Belajar Bahasa Indonesia”. Isinya membahas soal penggunaan bahasa Indonesia saat mahasiswa demonstrasi. Entah demonstrasi mahasiswa yang di Jakarta atau di tempat lain, entahlah. Pastinya yang dibahas adalah spanduk ekspresi para demonstran yang memakai bahasa Indonesia.

Kesalahan%20Tulisan%20Demonstrasi%20Mahasiswa%20Akhir%20September%202019

Contoh Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia Saat Demonstrasi Akhir September 2019

Dalam artikel itu, contoh-contoh kesalahan penggunaan bahasa Indonesia ini diambil dari berbagai media sosial atau internet. Tadinya juga ingin mengumpulkannya. Cuma berhubung tidak begitu tertarik mengikuti “kerusuhan” itu, jadinya tidak dikumpulkan.

No. Salah Benar
1. Kami Izin Kuliah Dijalan Kami izin kuliah di jalan
2. DPR didatangi, orang tua ku kapan? DPR didatangi, orang tuaku kapan?

Maaf kalau contohnya hanya ada dua. Meski hanya ada dua pembahasannya cukup panjang.

Kalimat pertama, huruf tiap awal kata dibuat menjadi kapital. Seharusnya huruf kecil. Lalu penulisan “dijalan” seharusnya dibuat terpisah, menjadi “di jalan”.

Contoh kalimat kedua hanya ada satu kesalahan. Penulisan “orang tua ku” seharusnya digabung menjadi “orang tuaku”.

Pentingnya Belajar Bahasa Indonesia

Author by Helmi Supriyatno Posted on 02/10/2019

Oleh : Ririn Setyorini, SPd, MPd.
Dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Peradaban. Alumnus Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Daerah UMS dan Program Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia UNS.

Menilik pada fenomena demo mahasiswa penolakan RUU KUHP dan RUU KPK baru-baru ini tersirat kemirisan akan tulisan-tulisan yang dibawa oleh mahasiswa. Bukan secara semantik atau makna yang terkandung dari tulisan yang dibawa, namun lebih pada secara sintaksis (tata kalimat), fonologi (kesalahan ucap dan ejaan (penggunaan huruf penulisan kata, dan tanda baca)), dan morfologi (afiksasi/ imbuhan, peluluhan fonem, dsb.) bahasanya. Banyaknya kesalahan-kesalahan tulisan yang dibuat oleh mahasiswa tentu membuat para peniti merasa geli hendak mengkaji tata bahasa bakunya. Bagaimana tidak, penulisan huruf kapital yang diletakkan tidak pada tempatnya menjadi hal yang paling sering dijumpai pada tulisan mereka.

Ketrampilan berbahasa mengenal empat aspek, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Aspek yang dapat dikatakan paling sulit adalah menulis. Namun, jika kita melihat dari sisi fungsi, fungsi dari tulisan adalah penyalur aspirasi yang ada di dalam hati. Untuk itu, kaidah penulisan harus kita kuasai apabila tulisan kita dapat dibaca dengan baik. Jangan sampai seseorang akan gagal fokus justru orang yang paham akan ketatabahasaan bahasa Indonesia mereka tergerak untuk mengkaji tulisan yang mereka bawa daripada memahami substansinya baik pada tataran secara sosiologis, psikologis, atau pun linguistiknya.

Secara umum, tata bahasa baku berkaitan dengan penggunaan kaidah kebahasaan baik lisan dan tulisan yang baik dan benar sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Buku-buku terkait dengan tata bahasa baku bahasa Indonesia sangatlah banyak dan tidak jauh dari fungsi secara khusus yang ditujukan pada orang awam yang terpelajar, yang karena pendidikannya ingin menyerasikan taraf pengetahuannya di bidangnya masing-masing dengan daya ungkapnya dalam bahasa Indonesia yang apik dan terpelihara (Alwi, 2017).

Dikutip dari beberapa media daring yang menampilkan gambar-gambar/ foto kegiatan demo kemarin, banya spanduk yang berisi tulisan dari mahasiswa yang memiliki kesalahan, baik dalam ejaan, pemenggalan, tata letak, tipografi, tata kalimatnya, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, “Pak REKTOR… Kami Izin Kuliah Dijalan”, secara ketatabahasaan, penulisan “Kami Izin Kuliah Dijalan” memiliki kesalahan pada penggunaan huruf kapital, yakni pada kata izin, kuliah, dan dijalan.

Jika berdasarkan pada pengguaan kapital yang benar, huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama awal kalimat; sebagai huruf pertama petikan langsung; sebagai huruf pertama ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan; digunakan sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang; digunakan sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat; sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang; sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bangsa; digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah; digunakan sebagai huruf pertama nama geografi; digunakan pada semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi; digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi; digunakan sebagai penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dll yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.

Jadi, penulisan “Kami Izin Kuliah Dijalan” hendaknya ditulis dengan “Kami izin kuliah dijalan” karena kalimat tersebut bukan meruapkan yang disebutkan di atas. Berdasarkan penulisan “Kami izin kuliah dijalan” pula masih terdapat kesalahan, yakni pada kata “dijalan”, kata “dijalan” tersebut harusnya ditullis terpisah “di jalan”, hal tersebut karena kata di- yang dirangkai atau digabung itu hanya jika kata di- menunjukkan fungsi sebagai imbuhan, dan kata di- diikuti dengan pembentuk kata kerja pasif. Artinya, penulisan di- jenis ini dinilai tepat jika kata kerja pasif bisa diubah menjadi kata kerja aktif (dengan imbuhan me-). Contohnya ditinggalkan (bisa diubah jadi meninggalkan), ditulis (bisa diubah jadi menulis), diingat (bisa diubah jadi mengingat), dan seterusnya. Kemudian, jika penulisan kata di yang dipisah yakni kata di menunjukkan fungsi sebagai kata depan, kata di diikuti dengan kata lain selain kata-kata pembentuk kata kerja pasif. Kata di jenis ini bisa diikuti dengan nama tempat, waktu, nama orang, penunjuk lokasi, dan lain sebagainya, serta tidak bisa diubah menjadi kata kerja aktif. Contohnya di sini (tidak bisa diubah jadi menyini), di siang hari (tidak bisa diubah jadi menyiang hari), di dirimu (tidak bisa diubah jadi mendirimu).

Tak hanya kalimat itu saja yang salah. Namun, ada pula yang menuliskan “DPR didatangi, orang tua ku kapan?” kesalahan yang terjadi pada tulisan ini yakni penulisan frasa orang tua ku, jika merujuk pada kaidah kebahasaan penulisan orang tua ku haruslah dirangkai yakni orang tuaku. Hal tersebut karena kata ku-, kau-, -ku, -mu, dan -nya merupakan kata ganti orang dan penulisan kata ganti ini harus dirangkai dengan kata yang mendahului dan mengikutinya. Contohnya bukuku, bukumu, rumahnya, kaupunya, dan seterusnya. Namun, kata ganti -ku, -mu, dan -nya dirangkaikan dengan tanda hubung (-) apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali dengan huruf kapital. Contohnya KTP-mu, SIM-nya, STNK-ku, dan seterusnya.

Pembelajaran bahasa Indonesia memang tidak bisa dianggap remeh. Jika kita mendalami benar kaidah kebahasaan, akan sangat banyak keruwetan yang ada di dalam penulisan tersebut. Permasalahan penulisan yang benar memang sedikit merepotkan. Terlebih jika penulis tidak tahu aturan yang berlaku atau pedoman penulisannya. Untuk itulah pembelajaran bahasa Indonesia khususnya tata bahasa baku bahasa Indonesia sangat penting diikuti dan dilaksanakan. Bukan hanya untuk mahasiswa atau peserta didik yang mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia saja. Namun, semua peserta didik wajib mengetahui dan mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia agar mereka dapat mengetahui kaidah penulisan yang baik dan benar yang sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

Sumber: http://harianbhirawa.com/pentingnya-belajar-bahasa-indonesia/

Versi di sini, ternyata urutan keterampilan berbahasa itu adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan mendengar diubah menjadi menyimak. Mungkin kalau mendengar, siapa saja bisa melakukannya. Hewan juga bisa. Kalau menyimak, tidak semua orang bisa melakukannya. Mengikuti pembicaraan yang sedang terjadi.

Kalau diikuti, sebenarnya ada banyak kata-kata ekspresi menarik dari para mahasiswa. Tidak hanya itu saja, foto-foto lucu juga banyak tersebar di media sosial. Berhubung contohnya di sini cuma ada dua saja, mungkin ada yang menambahkan?

Mana tahu ada yang mengoleksi berbagai penggunaan bahasa Indonesia saat demonstrasi mahasiswa akhir September 2019 lalu. Bisa tinggalkan komentar di bawah.

1 Like