FEATURE: Petani di Tengah Pandemi Covid-19 “Untung atau Babak Belur?”

Oleh : Rullyani Kuncoro Putri
(Wonogiri, 13 Juni 2020)

IMG_20200612_082334_HDR
Aktivitas bertani di Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri , Jawa Tengah di tengah Pandemi Covid-19 tidak dibekukan.

WONOGIRI Pandemi Covid-19 yang tidak kunjung reda kian membuat resah banyak orang. Kesulitan mendapatkan bahan pangan dan aktivitas bekerja juga dibatasi, namun tidak dengan para petani di Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.

Para petani mengaku tidak merasa terganggu dengan pandemi Covid-19 yang sedang terjadi. Menurut mereka pandemi Covid-19 tidak lantas membekukan aktivitas mereka di bidang pertanian. Mayoritas warga Kecamatan Slogohimo bermata pencarian sebagai petani. Selama masa pandemi Covid-19 mereka justru semakin giat bercocok tanam di sawah maupun lahan pertanian yang mereka miliki.

Kebanyakan dari mereka berpindah menanam sayur mayur seperti bayam, kangkung, sawi, dan sebagainya. Hal ini benarkan oleh Devi Aditiya Sinta warga Desa Sedayu, Kecamatan Slogohimo. Ia mengatakan selama pandemi Covid-19, warga menjadi semakin giat menanam sayur-sayuran selain menanam padi.

Walaupun dalam kegiatan bertani tidak terdapat kendala, namun para petani merasakan dampak hasil pertanian yang dikelola. Menurut Masilah (48) salah satu petani di Desa Sambirejo, Kecamatan Slogohimo, di masa pandemi ini memang tidak memengaruhi kegiatan bertani namun dari segi pendapatan dari hasil pertanian sangat berpengaruh.

“Sebelum ada Covid harga bayam sama kangkung satu iketnya itu dijual bisa sampai Rp1.000,00. Kalau sekarang boro-boro, malah jadi Rp400,00 sampai Rp500,00 saja periketnya. Padahal kalau panen bisa sampai 50-an iket.” Jelas Marsilah (10/06/2020). Harga bayam dan kangkung yang disebutkan merupakan harga dalam kawasan Kecamatan Slogohimo.

Marsilah juga mengatakan salah satu faktor menurunnya harga bayam dan kangkung disebabkan banyaknya warga yang beralih untuk nenanam jenis sayur yang sama selama masa pandemi Covid-19. Hal tersebut mengakibatkan persaingan harga pasar sayur mayur yang dijual selama masa pandemi. Ia juga berharap jika nantinya pandemi Covid-19 tidak berpengaruh pada hasil panen padi, cukup dengan sayur-sayuran seperti bayam, kangkung, sawi, dan sebagainya saja.

“Panen sayur kayak bayam begini itu enggak setiap hari ada, kadang gagal juga tapi pas dijual harganya segitu. Jelas enggak cukup kalau buat biaya kebutuhan lain.” Tambahnya. Tentu saja hasil dari penjualan sayur mayur yang ditanam tidak sepadan dengan perawatan yang diberikan. Salah satunya adalah kendala dalam mencari pupuk dan obat hama yang diperlukan. “Mau cari pupuk sekarang ini terkendala stok yang terbatas di masa seperti ini.” Ujar Devi (10/06/2020).

Meskipun demikian, sangat disayangkan dalam situasi saat ini para petani kurang menerapkan anjuran dari pemerintah terkait pencegahan penyebaran Covid-19. Masih banyak dari mereka yang tidak berjaga jarak dengan yang lainnya.

Hal ini dibenarkan oleh Dhiya Restu Putra (20) warga Desa Tunggur, Kecamatan Slogohimo. “Masih banyak yang berinteraksi misalnya di gubuk-gubuk dekat sawah mereka. Banyak yang beranggapan kalau daerahnya masih hijau jadi tidak terlalu perlu pembatasan-pembatasan yang ketat.” Ujarnya (11/06/2020). Ia juga menambahkan jika sangat disayangkan di tengah pandemi Covid-19 masih banyak warga termasuk para petani yang belum menerapkan protokol kesehatan yang sudah dianjurkan.

48 Likes

Waaa… mantap sekali infonya kakak

2 Likes

semangat mamakk, aku udah sebar luaskan 🙆

2 Likes

Infonya baguss kak!!:sunflower::sunflower:
Rinci juga ><

2 Likes

Miris, harga di petani makin murah padahal sampai di produsen tetap segitu atau bahkan lebih mahal.

2 Likes

Semoga Covid-19 segera musnah, Amin. Good job, Rully👍

2 Likes

nice info!!! smgt beb!!

1 Like

Nicee info!! Semangaat teruuss

1 Like