“Pernah satu hari bertambah 1000 kasus baru, karena kasus ini akses untuk keluar pun dibatasi, jadi batal deh rencana pulang tahun ini,” pernyataan Makhmum (21), salah satu mahasiswa Al-Azhar Kairo pada wawancara daring via whatsapp (10/06/2020) terkait perkembangan kasus COVID-19 di Mesir.
Wawancara tersebut mewakili bahwa masifnya perkembangan kasus virus COVID-19 masih terjadi di beberapa negara, salah satunya Mesir. Dilansir dari AFP, Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi menetapkan status keadaan darurat selama tiga bulan, terhitung sejak Selasa, 28 April 2020. Duta Besar Republik Indonesia untuk Mesir Helmy Fauzi menyebutkan bahwa kasus COVID-19 di Mesir terus meningkat belakangan ini. Tercatat hingga Jumat (12/6/2020) total ada 39.726 kasus positif COVID-19. Dari jumlah tersebut 10.961 kasus berhasil sembuh dan 1.377 meninggal dunia.
Fakta dari masifnya kasus ini tentu saja merugikan berbagai pihak, salah satunya mahasiswa Indonesia yang mengenyam pendidikan di negeri piramida tersebut. Adanya perintah #stayathome mengharuskan masyarakat membatasi aktivitas luar dan menunda beberapa kegiatan yang sudah direncanakan jauh-jauh hari, khususnya bagi yang sudah merencanakan pulang ke negara asal masing-masing tahun ini.
Makhmum menghabiskan waktu pandemi bersama 7 temannya di kos, mereka membeli kebutuhan dan memasak sesuai jadwal yang sudah ditentukan tiap harinya.“Untuk beli kebutuhan sehari-hari sih nggak ada masalah, sebenarnya ada aturan tutupnya jam 8 malam sampai jam 6 pagi, tapi kenyataan di lapangan masih berjalan seperti biasa, kalau tempat ibadah emang ditutup jadi salat ya di kos kadang jamaah sama teman-teman kos, kadang juga sendiri kalau nggak sempat, yang jelas sih masa pandemi ini akses di bandara dibatasi ya, jadi yang sudah ada rencana pulang ke negara asal atau bepergian yang mengharuskan lintas negara dibatalkan, rencananya sih, Juli sudah mulai dibuka kembali,” tutur mahasiswa 21 tahun tersebut.
Sehubungan dengan perintah #stayathome dan #WFH yang digalakkan oleh pemerintah, sistem kegiatan pembelajaran pun mengalami perubahan. “Kalau untuk pembelajaran sendiri kuliah daring pasti, ujiannya ditiadakan diganti nulis makalah,” tutur Makhmum tentang sistem perkuliahan masa pandemi.
Pasalnya menurut mahasiswa berumur 21 tahun itu menulis makalah untuk mengganti ujian membuat mahasiswa kewalahan karena selain makalah yang dibuat harus menggunakan bahasa arab, di akhir Makhmum menambahkan “biasanya cari referensi dari buku-buku yang ada di perpustakaan juga ya, sekarang karena di kos terus jadi cuma bisa akses daring aja,” tutur mahasiswa 21 tahun tersebut.